Tuesday, December 1, 2009

Merekonstruksi Pendidikan Setelah 100 Tahun Kebangkitan Nasional


Banyak sudah yang telah kita capai melalui pendidikan. Pada periode 1999-2002, dilakukan amandemen UUD 1945 yang secara eksplisit menunjukkan keberpihakan terhadap pendidikan. Pada periode 2003-2007 diterbitkan UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta 4 PP turunannya yang juga memuat azas, prinsip, standar serta strategi impelementasi pendidikan nasional. WASPADA Online

Oleh Syawal Gultom

Banyak sudah yang telah kita capai melalui pendidikan. Pada periode 1999-2002, dilakukan amandemen UUD 1945 yang secara eksplisit menunjukkan keberpihakan terhadap pendidikan. Pada periode 2003-2007 diterbitkan UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta 4 PP turunannya yang juga memuat azas, prinsip, standar serta strategi impelementasi pendidikan nasional. Pada periode 2005-2007, komitmen yang sangat luar biasa terhadap pentingnya peran dosen dan guru dalam pendidikan ditunjukkan dengan lahirnya UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen beserta 2 RPP turunannya. Untuk menyediakan buku sebagai sumber belajar yang relevan, bermutu dan terjangkau oleh masyarakat pemerintah telah berhasil menerbitkan UU 43/2007 tentang perpustakaan dan 1 RPP turunannya. Kesemua aspek legal formal ini diharapkan dapat memberikan perlindungan dan proteksi terhadap seluruh aspek praktek pendidikan yang lebih berpihak pada perolehan daya saing untuk mengejar berbagai ketertinggalan khususnya di bidang sains dan teknologi serta kualitas hidup berbangsa dan bernegara.

Hasil pendidikan yang berdampak langsung terhadap kemaslahatan hidup masyarakat adalah produk teknologi mulai dari teknologi tepat guna yang sederhana sampai pada micro elekctronic telah dikembangkan anak-anak negeri ini. Penelitian berskala nasional sampai berskala internasional juga telah dihasilkan anak-anak negeri ini. Persoalan apakah hasil riset dimanfaatkan untuk pembangunan, itu soal lain dari sisi pemberdayaan.

Meskipun ada perusahaan-perusahaan raksasa di negeri ini yang dikelola pihak asing, bukankah pada dasarnya seluruh pekerjaan strategisnya dikerjakan anak negeri ini yang juga produk pendidikan? Ada 3.050 Professor di negeri ini yang hampir setiap hari menghasilkan pemikiran yang konstruktif terhadap berbagai masalah negeri ini. Yang jelas, capaian melalui pendidikan telah membawa negeri ini pada posisi kesadaran dan komitmen yang tinggi, bahwa pada 100 tahun kebangkitan kali ini kita harus bangkit dari berbagai keterpurukan bangsa ini. Secara perlahan orang-orang yang abai pendidikan akan berkurang menghuni negeri ini. Para pelaksana pendidikan secara perlahan juga harus memiliki komitmen yang tidak hanya paham tanggung jawab tetapi juga mengerti tanggung gugat.

Banyak karya inovatif yang telah dihasilkan melalui disertasi yang dikembangkan berbasis budaya bangsa ini. Pastilah karya tersebut lebih mudah diimplementasikan untuk mengatasi berbagai persoalan pendidikan sebab karya tersebut dalam kategori tepat nilai. Mungkin yang perlu kita kurangi adalah adopsi berbagai konsep-konsep asing yang belum tentu sesuai dengan karakteristik bangsa ini.

Berbagai fenomena empirik yang teramati menunjukkan bahwa ada semangat yang kuat bagi seluruh elemen bangsa ini untuk memanfaatkan momentum kebangkitan kali ini guna melakukan rekonstruksi perekonomian dan pendidikan di negeri ini.

Rekonstruksi Perekonomian Sebagai Entry Point

Secara teoritik pemikiran Plomp (1997) tampaknya dapat digunakan untuk menginspirasi formula yang lebih adaptif terhadap situasi kita saat ini. Pemikiran diawali dengan melakukan preliminary investigation, design, realization/reconstruction, test, evaluation and revision. Tampak, sistematika pemikiran ini sangat teoritik, namun berdasarkan formula itu kita menemukan, rekonstruksi pendidikan tampaknya akan mengalami jalan buntu manakala tidak diawali dari rekonstruksi perekonomian. Rekonstruksi perekenomian kita juga akan mengalami jalan buntu manakala semangat untuk melaksanakan good governance tidak tumbuh pada setiap individu pelaksana dan pengambil kebijakan perekonomian.

World Bank memberikan definisi governance sebagai "the way state power is used in managing economic and social resources for development of society". Sedangkan UNDP mendefinisikan governance sebagai "the exercise of political, economic, and administrative authority to manage a nation's affair at all levels". Intinya, rekonstruksi perekonomian harus dimulai dari suatu penyelenggaraan manajemen keuangan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas perekonomian.

Rekonstruksi ekonomi yang dapat memberi peluang terhadap penguatan pendidikan menurut Awan Setiawan (2003) harus memperhatikan (1) penggunaan keuangan negara yang terhindar dari irrasionalitas pembiayaan, (2) adanya skala prioritas yang dirumuskan secara tegas yang menunjukkan keterpaduan antara rencana dengan kapasitas SDM, (3) reformasi manajemen keuangan untuk menghindari kebocoran dan penyimpangan, dan (4) profesionalisme pengelola anggaran publik.

Dengan demikian hubungan tiga aktor utama terkait dengan good governance yakni pemerintah, pihak swasta dan masyarakat secara perlahan juga dapat direkonstruksi. Skema pelayanan pemerintah terhadap masyarakat untuk memberikan nilai tambah, pelayanan prima dan perlindungan. Sebaliknya, masyarakat akan memberikan kepercayaan, dukungan dan legitimasi politik terhadap pemerintah. Dukungan yang diberikan pemerintah terhadap dunia usaha dalam bentuk menjamin stabilitas politik, hukum, pertahanan dan keamanan, ekonomi serta sosial budaya.

Semangat Perubahan Dalam Rekonstruksi Pendidikan

Inti utama semangat kebangkitan nasional kali ini di bidang pendidikan adalah mengubah paradigma pelayanan sektor pendidikan (1) dari sekedar interactional menjadi transactional, (2) mengubah budaya para pelaku pendidikan dari sekedar can demonstrate menjadi the role model dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, (3) mengubah orientasi nilai pelayan pendidikan dari sekedar menghidupi keluarga menjadi ibadah, (4) mengubah paradigma sistem pengawasan dan audit sistem pendidikan, dari orientasi temuan menjadi audit kinerja yang berorientasi pada rekomendasi perbaikan, dan (5) mengubah sistem penerapan sanksi dari sekedar punishment menjadi reward and recognition. Tentunya sistem remunerasi juga menjadi hal yang penting, tetapi harus dirintis dalam skema insentif berbasis kinerja.

Secara matematis semangat kebangkitan kali ini dapat diformulasi sebagai semangat perubahan yang secara kualitatif dapat dinyatakan sebagai pernyataan berikut :
; di mana C = Perubahan, L = Kepemimpinan, T = Waktu yang diperlukan untuk mengadakan perubahan, E = Upaya ; R = Keengganan untuk berubah (Adaptasi dari Mismail, 1995).

Dalam rumus itu, tampak perubahan akan kecil nilainya untuk waktu-waktu (T) tertentu jika keengganan untuk berubah (R) besar. Agar perubahan (ke arah yang positif) itu besar, kepemimpinan (L) dan upaya melakukan perubahan (E) keduanya harus mempunyai nilai yang lebih besar dari nilai R. Kepemimpinan yang kuat sangat diharapkan bisa diwujudkan secara praktis dan konkrit. Etos kerja tinggi, komitmen politik, dan tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah sebagai pengemban amanat rakyat untuk memajukan dunia pendidikan sangat dibutuhkan secara nyata. Kepemimpinan dapat dipandang sebagi nilai intrinsik dan upaya merupakan nilai ekstrinsik. Nilai ekstrinsik itu dapat diperbesar dengan meningkatkan besarnya imbalan yang diberikan kepada bawahan (yang dimotivasi untuk bekerja).

Dunia pendidikan pada umumnya dan perguruan tinggi pada khususnya akan selalu menghadapi perubahan. McMurrin (dalam Nolan, 1989) meramalkan, pemimpin dunia pendidikan dapat dikembangkan jika lima pengandaian berikut dipenuhi: (1) satu-satunya yang konstan dalam hidup adalah perubahan; (2) lembaga pendidikan bersifat hayati, jadi 'hidup', 'bernafas', dan terus-menerus berubah seperti halnya dengan makhluk hidup. (3) tidak ada satu cara tunggal 'yang tepat' untuk menangani dan memecahkan masalah pendidikan. (4) pengaruh perubahan seringkali, kalau tidak selalu, dapat dimanfaatkan dalam lembaga pendidikan; dan (5) pemimpin lembaga pendidikan dapat memanfaatkan perubahan itu jika ia mampu mengenal gejala sejak dini dan membantu staf dan lingkungannya untuk memperjelas masalah dan kebutuhan yang ditimbulkan oleh perubahan.

Selanjutnya perubahan sistem pengetahuan meyangkut lima aspek sekaligus, yakni (1) dari egosentrisme ke sivilitas, (2) dari pengabaian hukum ke kesadaran hukum, (3) dari fanatisme ke toleransi, (4) dari cukup diri ke saling bergantung, serta (5) dari sejarah alamiah ke sejarah yang manusiawi. Di sisi lain perubahan budaya politik juga menyangkut lima aspek sekaligus, yakni (1) dari kawula ke warga negara, (2) dari parokial ke kenegaraan, (3) dari negara serba kuasa ke negara serba sahaja, (4) dari Pancasila sebagai ideologi ke ilmu , dan (5) dari Pancasila yang terpisah ke yang satu.

Kebangkitan kali ini adalah kebangkitan guru dan pebelajar. Guru harus mampu mengubah budaya pembelajarannya, sikap, dan strategi pembelajarannya. Beberapa penekanan pergeseran paradigma pembelajaran untuk mencapai keefektifan pembelajaran adalah: (1) dari peran pengajar sebagai transmiter ke fasilitator, pembimbing dan konsultan, (2) dari peran pengajar sebagai sumber pengetahuan menjadi panutan (mentor) belajar, (3) dari belajar diarahkan oleh kurikulum menjadi diarahkan oleh pebelajar sendiri, (4) dari belajar dijadwal secara ketat menjadi terbuka, fleksibel sesuai keperluan, (5) dari belajar berdasararkan fakta menuju berbasis masalah dan proyek, (6) dari belajar berbasis teori menuju dunia dan tindakan nyata serta refleksi, (7) dari kebiasaan pengulangan dan latihan menuju perancangan dan penyelidikan, (8) dari taat aturan dan prosedur menjadi penemuan dan penciptaan, (9) dari kompetitif menuju kolaboratif, (10) dari fokus kelas menuju fokus masyarakat, (11) dari hasil yang ditentukan sebelumnya menuju hasil yang terbuka, (12) dari belajar mengikuti norma menjadi keanekaragaman yang kreatif (13) dari komunikasi sebatas ruang kelas menuju komunikasi yang tidak terbatas, (14) dari penilaian hasil belajar secara normatif menuju pengukuran unjuk kerja yang komprehensif.

Untuk menjalankan perubahan budaya itu diperlukan adanya dukungan pendidikan. Oleh karena dalam realitasnya kinerja pendidikan nasional kita belum optimal maka persoalannya sekarang ialah bagaimana membenahi pendidikan itu sendiri untuk meningkatkan kualitas manusia supaya dapat berperan dalam mengubah budaya bangsa agar kondusif terhadap pembangunan nasional.

Kinerja pendidikan di negara kita tidak lepas dari visi kepemimpinan kolektif pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah. Negara Indonesia yang sangat kaya dengan sumber daya alam sangat memerlukan pemimpin yang mempunyai visi kepemimpinan jauh ke depan serta komitmen yang tinggi untuk membangun bangsa melalui pendidikan. Keadaan tersebut di atas bukan saja dialami sekarang, akan tetapi sudah dirasakan sejak bertahun-tahun yang lalu ketika kondisi ekonomi dan politik tidak sekompleks saat ini.

Lalu dari mana kita mulai ? Rekonstruksi pendidikan kali ini harus dimulai dari dukungan sistem pereknomian yang sehat dan sistem politik yang dapat menciptakan legal opinion dan political frame work terhadap ruang gerak inovasi pendidikan. Dalam skala mikro, kebangkitan kali ini adalah kebangkitan untuk merekonstruksi ulang standar kompetensi produk pendidikan pada semua jenjang, jenis dan jalur pendidikan. Kemudian kita lakukan rekonstruksi terhadap standar materi, standar proses, skenario proses pendidikan, serta standar kinerja guru. Pada kebangkitan pendidikan kali ini, sebaiknya tidak ada lagi pekerjaan apapun di lingkungan pendidikan yang tidak dapat kita pertanggung jawabkan dengan baik. Sebaiknya tidak akan ada lagi para pelaksana pendidikan yang tidak mampu menjadi the role model (teladan) dalam seluruh aspek kehidupan.

* Penulis adalah Rektor Universitas Negeri Medan (UNIMED)

Source : http://www.waspada.co.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=20517

Merekonstruksi Pendidikan Setelah 100 Tahun Kebangkitan Nasional Rating: 4.5 Diposkan Oleh: andhiart ab

0 comments:

Post a Comment

Untuk pembaca yang menginginkan pembahasan atau kunci jawaban dari post soal silahkan wa 08562908044 (fast respond) | monggo tinggalkan kritik, saran, komentar atau apapun ^_^